Status PDDIKTI rektoratumsrappang@gmail.com 085299570468 Kode PT : 091058
Berhutang demi Melaksanakan Ibadah Haji, Bolehkah? By Widia Awalia  28 Apr 2025, 07:54:06 WIB

Berhutang demi Melaksanakan Ibadah Haji, Bolehkah?

Ibadah haji merupakan salah satu rukun Islam, namun kewajibannya tidaklah mutlak bagi setiap muslim. Dalam Al-Qur’an, Allah Swt telah menetapkan syarat yang jelas terkait kewajiban ini, sebagaimana firman-Nya dalam Surah Ali Imran ayat 97:

فِيهِ آيَاتٌ بَيِّـنَاتٌ مَّقَامُ إِبْرَاهِيمَ وَمَن دَخَلَهُ كَانَ آمِناً وَلِلّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ الله غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS. Ali Imran, 3:97).

Ayat ini menegaskan bahwa haji hanya wajib bagi mereka yang memiliki istitha’ah, yaitu kemampuan untuk melaksanakan ibadah tersebut. Salah satu aspek penting dari istitha’ah adalah kemampuan finansial, yang dalam konteks Indonesia dikenal sebagai Ongkos Naik Haji (ONH).

Tanpa kemampuan finansial yang memadai, kewajiban haji tidaklah berlaku, sehingga seseorang tidak diharuskan memaksakan diri untuk menunaikannya.

Namun, sering kali niat suci untuk menunaikan haji mendorong seseorang, termasuk pasangan suami-istri, untuk mencari cara demi mewujudkan impian tersebut, meskipun dengan cara yang kurang bijaksana, seperti berutang. Dalam kasus tertentu, sebagian orang bahkan memilih berutang kepada bank atau pihak lain dengan syarat membayar bunga.

Padahal, dalam pandangan banyak ulama, bunga pinjaman ini dapat dikategorikan sebagai riba, yang dilarang keras dalam Islam. Allah Swt berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 275:

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ

“Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila.” (QS. Al-Baqarah, 2:275).

Ayat ini menjadi peringatan keras tentang bahaya riba, yang tidak hanya memberatkan secara finansial, tetapi juga dapat merusak keberkahan hidup seseorang. Berutang untuk menunaikan haji, terutama dengan bunga, bukanlah solusi yang sejalan dengan syariat.

Haji adalah ibadah yang menuntut ketenangan hati dan keikhlasan, bukan beban finansial yang justru menimbulkan kegelisahan di kemudian hari.

Oleh karena itu, bagi mereka yang belum memiliki kemampuan finansial untuk menunaikan haji, seperti dalam kasus seorang ibu dan suami yang masih menunggu harta warisan atau sumber dana lainnya, lebih bijaksana untuk menunda niat tersebut.

Islam mengajarkan kita untuk mencari rezeki dengan cara yang halal dan menjauhi praktik yang dapat menjerumuskan pada dosa. Menabung dari sumber yang jelas halal atau menunggu hingga harta warisan terjual adalah langkah yang lebih selaras dengan nilai-nilai syariat.

Referensi:

Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, “ONH Dengan Cara Hutang Bank, Bagaimana Hukumnya?”, https://fatwatarjih.or.id/onh-dengan-cara-hutang-bank-bagaimana-hukumnya/, diakses pada Sabtu, 26 April 2025.

Sumber : Muhammadiyah.or.id