Mengenal Delapan Tokoh Ketua Majelis Tarjih Pimpinan Pusat Muhammadiyah
K.H. Mas Mansur
Kyai Haji Mas Mansur lahir di Kampung Sawahan (sekarang bernama Kampung Baru Nur Anwar) Surabaya pada tanggal 25 juni 1896.
KH Mas Mansur kemudian memberikan ide untuk pembentukan Majelis Tarjih di Kongres Muhammadiyah ke-16 pada tahun 1927, yang saat itu merupakan periode kepemimpinan KH Ibrahim (1878-1934). Kemudian terpilih sebagai ketua PP Muhammadiyah pada kongres ke-26 di tahun 1937 hingga tahun 1943. KH Mas Mansur wafat pada tanggal 25 April 1946 dan dimakamkan di pemakaman Gipo, Surabaya.
Ki Bagus Hadikusumo
Ki Bagus Hadikusumo dilahirkan di Kauman, Yogyakarta pada tanggal 24 November 1890 dengan nama R. Dayat atau Hidayat. Ki Bagus termasuk ulama Muhammadiyah yang cukup produktif dalam menulis karya pada masanya.
Ki Bagus pernah menjabat sebagai Ketua Majelis Tabligh (1922), Wakil Ketua Pimpinan Pusat (1937), Ketua Majelis Tarjih (1936), hingga menjadi ketua PP Muhammadiyah (1942-1953). Ki Bagus berperan dalam metodologi penulisan Himpunan Putusan Tarjih (HPT). Ki Bagus wafat pada tanggal 3 September 1954 dan dimakamkan di Makam Pekuncen, Yogyakarta.
K.H. Ahmad Badawi
Kyai Haji Ahmad Badawi lahir di Kauman, Yogyakarta pada tanggal 5 Februari 1902. Ahmad Badawi juga dikenal sebagai tokoh Muhammadiyah yang suka berdakwah dengan tulisan. Ahmad Badawi diketahui mulai sangat produktif di Majelis Tarjih sekitar tahun 1929. Badawi merupakan salah satu ahli falak Muhammadiyah, yang tampak dari karya-karyanya seperti “Hitungan dengan Jalan yang ke-I” (1940), “Cara Menghitung Hisab Hakiki” (1941), “Gerhana Bulan” (1960), dan bersama K.H. Siradj Dahlan melakukan penghitungan kalender persyarikatan yang ada sejak tahun 1915.
Ahmad Badawi wafat pada tanggal 25 April 1969 dan dimakamkan di Makam Karangkajen Yogyakarta.
K.R.H. Hadjid
Kyai Raden Haji Hadjid lahir di Kauman pada tanggal 29 Agustus 1898. Hadjid menjadi ketua Majelis Tarjih selama enam tahun (1951-1957), setelah sebelumnya menjadi Wakil Ketua pada tahun 1927-1942. Selama Hadjid menjadi ketua Majelis Tarjih, terlaksana lima kali Muktamar Tarjih yang menghasilkan keputusan-keputusan penting yang menjadi tuntunan warga Muhammadiyah yang dibukukan menjadi Himpunan Putusan Tarjih (HPT). Hadjid juga termasuk ulama Muhammadiyah yang produktif, bahkan bukunya ada juga yang dicetak di Mesir.
K.R.H Hadjid wafat pada hari Kamis, 23 Desember 1977 di Kauman dan dimakamkan di Makam Pekuncen Yogyakarta.
Muhammad Wardan Diponingrat
Kyai Kanjeng Raden Penghulu Muhammad Wardan Diponingrat lahir di Kauman, Yogyakarta pada tanggal 19 Mei 1911. Wardan adalah seorang ulama Muhammadiyah yang juga merupakan salah seorang penghulu Kraton Yogyakarta yang tampak dari gelarnya, “Diponingrat” sejak tahun 1956 hingga 1991, dan pernah pula menjadi Dewan Kurator IAIN Sunan Kalijaga dan anggota Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama Republik Indonesia pada tahun 1973-1990.
Seperti halnya tokoh ulama Muhammadiyah sebelumnya, Wardan juga memiliki banyak karya tulis, sebagian di antaranya sangat kental dengan nuansa tarjih Muhammadiyah. Wardan aktif menjadi anggota Majelis Tarjih sejak tahun 1960, dan menjabat sebagai ketua selama 22 tahun sejak tahun 1963 hingga 1985. Wardan dikenal sebagai “Bapak Wujudul Hilal” karena menggagas konsep “Wujudul Hilal” sebagai perumus konsep hisab hakiki dengan kriteria wujudul hilal, yang hingga kini menjadi rujukan dan pedoman penentuan awal bulan Kamariyah oleh Muhammadiyah.
Wardan Diponingrat wafat pada tanggal 3 Februari 1991 dan dimakamkan di pemakaman keluarga raja di Kotagede Yogyakarta.
K.H. Ahmad Azhar Basyir, M.A.
Ahmad Azhar Basyir lahir di Kauman, Yogyakarta pada tanggal 21 November 1928. Azhar Basyir menempuh pendidikan formal selama 34 tahun, 22 tahun di dalam negeri, dan 12 tahun di Iraq, Mesir dan berhaji di Mekkah, Arab Saudi. Ahmad Azhar Basyir sedikit berbeda dengan tokoh-tokoh Tarjih sebelumnya, karena sudah mulai mendalami ilmu agama secara lebih formal. Karya tulisnya tergolong sangat banyak.
Ahmad Azhar diberikan amanah sebagai ketua Majelis Tarjih PP Muhammadiyah ketika Muktamar ke-41 di Surakarta pada tahun 1985. Lalu menggantikan K.H. A.R. Fachruddin sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah pada muktamar ke-42 di Yogyakarta periode 1990-1995. Ahmad Azhar merupakan seorang ulama Muhammadiyah yang familiar dengan tiga tradisi : fikih, filsafat dan Muhammadiyah, yang menjadikan dirinya memiliki karakter pemikiran yang unik. K.H. Ahmad Azhar Basyir wafat pada 28 Juni 1994 dan dimakamkan di Karangkajen, Yogyakarta
Asjmuni Abdurrahman
Prof. Drs. H. Asjmuni Abdurrahman lahir di Kotagede Surakarta pada tanggal 10 Desember 1931. Asjmuni dikenal sebagai tokoh yang aktif di dunia sosial dan akademik. Berbagai karya tulisannya juga masih bisa dinikmati hingga sekarang, salah satunya adalah “Manhaj Tarjih Muhammadiyah”. Asjmuni merupakan Guru Besar Hukum Islam di UIN Sunan Kalijaga, dan pernah menjadi Pembantu Rektor II IAIN Sunan Kalijaga 1974-1980.
Asjmuni menjadi Wakil Ketua Majelis Tarjih PP Muhammadiyah pada periode 1985-1990, dan menjadi Ketua Majelis Tarjih PP Muhammadiyah pada Muktamar Muhammadiyah ke-42 di Yogyakarta menggantikan Ahmad Azhar Basyir yang terpilih sebagai ketua umum PP Muhammadiyah saat itu. Pada masa kepemimpinan Asjmuni, Majelis Tarjih mengalami perubahan nama sesuai dengan ruang lingkup yang lebih luas, yaitu Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam, dan memunculkan berbagai gagasan baru tentang pemikiran Islam di Muhammadiyah.
Muhammad Amin Abdullah
Prof. Dr. HM Amin Abdullah lahir di Pati, 28 Juli 1953. Sosok Amin Abdullah bukanlah sosok yang asing dalam dinamika pendidikan Islam di Indonesia, terkhusus dalam membicarakan perkembangan perguruan tinggi Islam. Secara lebih khusus merupakan sosok di balik transformasi IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menjadi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Amin Abdullah diangkat menjadi Guru Besar Bidang Filsafat di UIN Sunan Kalijaga pada tahun 1999. Menjadi Ketua Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam PP Muhammadiyah di periode 1995-2000 dan berlanjut menjadi Wakil Ketua PP Muhammadiyah di tahun 2000-2005. Amin Abdullah memiliki kontribusi pemikiran keislaman sebagaimana yang tampak pada penekanan akan pentingnya pendekatan bayani, burhani dan irfani yang menjadi ciri khas pemikiran keislaman di Muhammadiyah.
(https://muhammadiyah.or.id/2024/02/mengenal-delapan-tokoh-ketua-majelis-tarjih-pimpinan-pusat-muhammadiyah/)
Artikel Lainnya :
- Rektor UMJ: Pentingnya Keseimbangan Dalam Pemerintah
- Lazismu UMY Gelontorkan Beasiswa 477 juta untuk Mahasiswa Berbagai Kampus
- Prodi Pendidikan Vokasional Seni Kuliner UMS Rappang Bangun Kerja Sama dengan Industri Kuliner
- Pengajian Muhammadiyah Harus Menggembirakan
- \"Air Su Dekat\", Muhammadiyah Hadirkan Air Bersih untuk Masyarakat Tliu NTT