Status PDDIKTI rektoratumsrappang@gmail.com 085299570468 Kode PT : 091058
Pengaruh Suara Mahasiswa di Amerika Serikat Bagi Palestina By Syarif Jasman Khalik  06 Mei 2024, 10:25:53 WIB

Pengaruh Suara Mahasiswa di Amerika Serikat Bagi Palestina

MUHAMMADIYAH.OR.ID, CHICAGO — Suara mahasiswa di Amerika Serikat memperoleh sorotan yang tajam dalam konteks perjuangan Palestina. Gelombang protes yang mengutuk tindakan kekerasan Israel terhadap warga Palestina terus bergulir di seluruh dunia, dan mahasiswa-mahasiswa di kampus-kampus elit AS menjadi garda terdepan dalam mengekspresikan solidaritas mereka.

Menurut Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Muhamad Rofiq Muzakkir, dalam acara Santri Cendekia Forum pada Ahad (5/5), aksi tersebut memiliki kepentingan yang sangat besar. Pemerintah AS dikenal sebagai sekutu Israel yang setia, dan tekanan dari publik, termasuk melalui mahasiswa di kampus, diharapkan dapat mempengaruhi kebijakan luar negeri AS terkait Israel-Palestina.

“Hubungan Amerika dan Israel ini seperti ayah yang memiliki anak yang nakal. Meskipun Israel ini nakalnya bukan main, sebagai seorang ayah, Amerika terus-terusan membelanya. Kita harap dengan adanya tekanan dari kampus ini segera mengakhiri penderitaan di Gaza,” ucap Rofiq.

Melalui protes ini, Rofiq berharap dapat mengakhiri genosida yang sedang berlangsung di Palestina dengan menggugah kesadaran masyarakat AS dan menekan pemerintah mereka untuk bertindak. Rofiq menyebutkan satu istilah “American exceptionalism”, yaitu suara dari publik AS dapat memengaruhi geopolitik global sehingga demonstrasi pro Palestina di sana perlu mendapatkan apresiasi.

Sejalan dengan Rofiq, Anggota Pimpinan Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Lien Iffah Naf’atu Fina mengatakan bahwa meskipun secara geografis jauh, namun hubungan AS dan Israel begitu dekat. AS selama ini menjadi salah satu mitra yang memberikan dukungan penuh kepada Israel, terutama di sektor finansial untuk stabilitas militer, ekonomi, dan politik. Karenanya, langsung maupun tidak, AS terlibat dalam upaya genosida di Gaza.

Lien memperkirakan setidaknya ada sekitar 150 kampus di AS yang melakukan protes. Mereka menggelar demonstrasi, mendirikan kemah, hingga mogok kuliah tatap muka sebagai bentuk protes terhadap keterlibatan pemerintah AS dalam pemusnahan massal warga Palestina. Protes ini juga sebagai desakan agar para pejabat universitas mengakui adanya keterlibatan AS dalam proses genosida di Gaza.

Lien juga mengungkapkan divestasi dari Israel adalah tuntutan lain yang digaungkan oleh para demonstran mahasiswa di seluruh AS. Ungkapan “Disclose, divest, we will not stop, we will not rest,” menggaung keras di antara para demonstran. Pengunjuk rasa di Universitas Columbia, misalnya, memiliki daftar target divestasi yang luas, menuntut agar membatalkan investasi di sejumlah perusahaan yang memiliki hubungan dengan Israel, termasuk Google, Amazon, dan Airbnb.

Menurut Lien, protes terhadap investasi universitas mempunyai sejarah yang panjang. Selama tahun 1970-an dan 1980-an, mahasiswa di Columbia dan universitas-universitas lain berhasil menekan para administrator untuk menjual investasi di perusahaan-perusahaan yang melakukan bisnis dengan Afrika Selatan karena kebijakan apartheid di negara tersebut. Meskipun gaungnya belum sebesar tahun 70an dan 80an, Lien mengapresiasi tuntutan para mahasiswa pro Palestinai ini.

“Meskipun gaungnya belum sebesar waktu 70an dan 80an saat protes terkait perang Vietnam dan kebijakan apatheid di Afrika Selatan, tapi perlu diakui bahwa ini adalah yang terbesar dalam pembelaan terhadap Palestina. Kita berharap semoga genosida yang terjadi di Gaza segera berakhir,” harap Lien.

(https://muhammadiyah.or.id/2024/05/pengaruh-suara-mahasiswa-di-amerika-serikat-bagi-palestina/)