Status PDDIKTI rektoratumsrappang@gmail.com 085299570468 Kode PT : 091058
Meski sebagai Bukti Keimanan, Gerakan Dakwah Pemberdayaan Memerlukan Objektifikasi By Syarif Jasman Khalik  13 Jul 2024, 09:38:45 WIB

Meski sebagai Bukti Keimanan, Gerakan Dakwah Pemberdayaan Memerlukan Objektifikasi

MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA – Derap pemberdayaan Muhammadiyah meski dilakukan sebagai bentuk pengabdian maupun bukti keimanan yang fungsional, tapi dalam merealisasikannya memerlukan objektifikasi berbentuk perancangan di atas kertas hingga penerapannya berhasil.

Pesan penting itu disampaikan oleh Bendahara Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Hilman Latief pada Jumat (12/7) dalam sesi kelas Sekolah Kader Pemberdayaan Masyarakat (SEKAM) Nasional I yang diselenggarakan di Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ).

Di hadapan para kader Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) itu, Hilman Latief mengajak peserta untuk merefleksikan kembali gerakan pemberdayaan, mulai dari efektivitasnya, jangkauannya, sebaran luas manfaatnya, sampai dengan keberlanjutan program pemberdayaan yang dicanangkan.

“Kita sudah melakukan pemberdayaan, tapi apakah pernah mengukur capaian-capaian program yang dilaksanakan. Terlebih untuk mengukur keberlanjutan dan sebaran manfaat yang dirasakan,” kata Guru Besar Bidang Filantropi Islam ini.

Hilman memandang, gerakan dakwah pemberdayaan yang dilakukan oleh Muhammadiyah perlu memperhatikan rancang bangun. Hematnya selama ini gerakan tersebut dilakukan berdasarkan nilai-nilai imanen, tapi meminggirkan objektifikasi sisi pengukuran dan perhitungan matang.

“Dalam pemberdayaan harus bisa diukur, misalnya dua tahun ke depan atau tiga tahun untuk menentukan keberhasilan. Itu direncanakan di atas kertas, dan kemudian bisa dilakukan,” tuturnya.

Dia memandang gerakan pemberdayaan seringkali tidak diperhitungkan secara matang untuk mencapai target yang diinginkan, bahkan mungkin jika dilakukan penilaian, acapkali gagal ketika masih ‘di atas kertas’. Kenyataan tersebut tidak hanya dialami oleh lembaga filantropi Islam di Indonesia saja.

Selain itu yang paling berat dalam gerakan filantropi Islam adalah mengenai keberlanjutan, baik itu keberlanjutan orangnya, keberhasilannya dan lain sebagainya. Dalam menentukan keberlanjutan gerakan filantropi ini seharusnya sudah matang dalam perencanaan.

Pemberdayaan berkelanjutan, kata Hilman, diharapkan memberikan manfaat dalam jangka waktu panjang kepada masyarakat penerima manfaat. Kemudian pada kesempatan berikutnya, mereka bisa semakin berdaya dan naik kelas dari penerima zakat (mustahik) menjadi pemberi zakat (muzakki).