Status PDDIKTI rektoratumsrappang@gmail.com 085299570468 Kode PT : 091058
Fikih Minoritas: Solusi Fleksibel untuk Muslim di Komunitas Non-Muslim By Syarif Jasman Khalik  25 Jan 2025, 12:27:02 WIB

Fikih Minoritas: Solusi Fleksibel untuk Muslim di Komunitas Non-Muslim

MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Muhamad Rofiq Muzakkir, Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, menyampaikan paparan tentang kajian Fiqh Aqalliyāt atau fikih minoritas Muslim dalam Halaqah Status Halal-Haram Bumbu Masak Tradisional Jepang yang digelar di Masjid Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan pada Jumat (24/01).

Fikih minoritas, menurut Rofiq, adalah cabang ilmu fikih yang memberikan panduan bagi umat Islam yang hidup di tengah masyarakat mayoritas non-Muslim. Dengan tujuan mempermudah umat menjalankan ajaran agama dalam konteks sosial dan budaya yang berbeda, fikih ini berusaha menjembatani dimensi universalitas Islam dengan realitas lokalitas.

Dalam presentasinya, Rofiq menjelaskan tiga kategori Muslim minoritas. Pertama, kelompok Muslim pendatang, seperti imigran atau turis dari negara mayoritas Muslim. Kelompok ini membawa bagasi kultural dari tanah asal, seperti adat dan kebiasaan yang sering kali menjadi tantangan ketika beradaptasi di negara baru.

Kedua, Muslim asli, yaitu individu yang baru memeluk Islam di lingkungan mayoritas non-Muslim dan tidak memiliki memori budaya mayoritas Muslim. Mereka sering menghadapi kebingungan terkait praktik-praktik syariat, seperti alasan larangan memelihara anjing.

Kategori ketiga adalah Muslim generasi asli, yakni komunitas Muslim yang telah eksis selama beberapa generasi di tengah masyarakat non-Muslim, seperti Muslim Tatar di Rusia, Muslim Andalusia di Spanyol, atau Muslim di India dan Tiongkok. Kelompok ini sering berhasil menciptakan budaya Islam yang khas, meskipun tetap menghadapi tantangan dalam menjalankan syariat secara penuh.

“Fikih minoritas bertujuan mempermudah umat Islam menjalankan akidah, ibadah, dan akhlak, meski di tengah masyarakat mayoritas non-Muslim,” papar Rofiq. Rofiq juga menekankan pentingnya fleksibilitas dalam berinteraksi dengan masyarakat sekitar agar umat tidak mengisolasi diri. “Ketika di luar negeri, orang Indonesia biasanya mencari orang Indonesia lagi. Padahal, fikih minoritas justru menjadi jembatan untuk berinteraksi lebih luas.”

Menurut Rofiq, metodologi Fikih minoritas tidak berbeda dari fikih pada umumnya. Disiplin ini tetap mengambil inspirasi dari tradisi intelektual Islam (turats) dan mengintegrasikannya dengan konteks modern. Pendekatannya menyeimbangkan antara maqasid syariah (tujuan makro syariat) dengan hukum fikih konkret (mikro).

Fikih ini juga mempertimbangkan dampak hukum dalam jangka panjang, sebagaimana ditekankan dalam Fikih Maʿālat, yaitu pertimbangan terhadap konsekuensi penerapan suatu hukum. Sensitivitas ini memungkinkan fleksibilitas hukum dalam konteks tertentu, seperti memperbolehkan pembelian rumah melalui sistem mortgage berbasis riba atau penggunaan student loan dari bank konvensional untuk pendidikan.

Fikih minoritas, lanjut Rofiq, menjadi strategi penting dalam menghadapi dilema kehidupan Muslim minoritas, seperti transaksi ribawi, interaksi dengan non-Muslim, hingga tantangan menjaga identitas Islami. Cabang ilmu ini tidak hanya memberikan solusi praktis, tetapi juga mendorong pengembangan Islam, baik secara personal maupun kelembagaan, di tengah komunitas non-Muslim. Melalui pendekatan yang lintas mazhab dan relevan dengan dinamika zaman, Fikih minoritas diharapkan menjadi alat bagi umat Islam untuk berkontribusi secara aktif dalam masyarakat tanpa kehilangan identitas keislamannya.

(https://muhammadiyah.or.id/2025/01/fikih-minoritas-solusi-fleksibel-untuk-muslim-di-komunitas-non-muslim/)